Selasa, 04 Maret 2014

Myastenia Gravis

Myastenia Gravis

Beberapa hari ini banyak kasus-kasus unik yang aku temuin. Berikut ini adalah kasus MG:

          Seorang wanita, 29 tahun, datang ke IGD kira-kira pk.15.00 wib dengan sesak nafas berat. Sesak nafas mulai dirasakan sejak dua hari SMRS, yang semakin memberat. Pasien biasa makan obat Mestinon 4x1 tablet setiap hari, pagi ini sudah minum 2 tablet. Sesak nafas diawali dengan batuk pilek dan di daerah paha ada dua bisul. Riwayat asma (-), DM (-), PJK (-), HT (-), riwayat miastenia gravis (+). Kemudian dari PD ditemukan: TD:180/90 mmHg N:140 x/mnt RR:40 x/mnt SpO2: 88%. Paru tidak ditemukan wheezing dan ronki, jantung dbn, abdomen dbn. Pada daerah paha ditemukan abses yang pecah ukuran 3x1x0,5 cm dan 1x0,5x0,2 cm. Pasien segera diberikan prostigmin 1 ampul, dan medixon 1 ampul. Pasien berangsur-angsur berkurang sesaknya, tensi menjadi: 130/75 mmHg, nadi: 110 x/mnt, SpO2 98% dengan oksigen NRM 15 liter per menit. 30 menit kemudian pasien menjadi sesak kembali dan mulai somnolens, segera dibolus kembali prostigmin dan medixon extra kembali, dan dipasang CPAP (Continous Positive Airway Pressure) dengan Ps: 8, Peep:5, trigger flow 3 cmHg, FiO2 60%. Pasien mulai berkurang sesaknya, dan kesadaran mulai baik. Terapi tambahannya imuran dan antibiotik.
             Pasien ini sesak kembali sebanyak 2 kali setiap 2,5 jam. Oleh karena itu pasien diberi drip prostigmin 8 ampul dengan 2,5 cc/jam. Keluhan mulai membaik, keesokan harinya pasien sudah menggunkan oksigen nasal 4 lpm dan dapat menceritakan dengan lancar penyakit dan riwayat pengobatan sebelumnya. Namun pada pk. 23.00 pasien tiba-tiba merasa sakit kepala hebat, sampai teriak kesakitan, analgetik biasa spt ketorolac 30 mg iv, tidak respon alias tidak berkurang, sehingga kesimpulannya kemungkinan ini akibat efek samping prostigmin drip sehingga dosis dikurangi menjadi 1,5 cc per jam. Pasien mulai gelisah, dengan nadi yang mulai takikardi 120-130 x/mnt, dan pada pukul 00.30 pasien mulai gagal nafas, sehingga langsung di ambu, dan diintubasi dengan ventilator mode asist kontrol. Karena pasien gelisah, diberikan sedasi midazolam 2 mg/jam. 
              Keesokan harinya, pada pukul 07.00 wib, pasien mulai menunjukkan tanda-tanda syok: akral dingin, takikardi terus menerus, dan tensi cenderung turun sehingga diberikan loading cairan.Karena pasien ini cenderung takikardi yang tidak membaik, nadi 150-160 x/mnt, untuk memonitor hemodinamik diputuskan untuk dipasang CVC. CVC terpasang pada subklavia kanan, didapatkan CVPnya 20 cmH2O. Dengan asumsi cairan udah cukup, maka untuk membantu kontraksi jantung diberikan dobutamin 5 mikro. Pada pukul 24.00 pasien hipotensi, TD:70-80 mmHg, maka diberikan vascon titrasi naik, namun sama sekali tidak ada perbaikan. 30 menit kemudian pasien mulai bradikardi, tidak respon dengan SA 2 ampul, kemudian pasien malah asistol, sehingga di RJP. Pada pk.01.00 pasien dinyatakan meninggal. Pasien ini kemudian didiagnosis akhir Myastenia Crisis.

Pembahasan:
           Pasien ini ternyata baru diketahui menderita MG kira-kira sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan diawali dengan pandangan dobel pada tahun 2008, kelopak mata sebelah kiri terasa berat dibuka.Ketika dicek ke spesialis mata tidak ditemukan kelainan pada mata. Beberapa saat kemudian pasien mengeluh sering tersedak ketika makan dan minum, terkadng air yang diminum keluar dari hidung. Pasien akhirnya dibawa ke Pelembang, 2011, dilakukan pemeriksaan CT-scan namun hasilnya dbn. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, pasien ini disimpulkan menderita Myastenia Gravis. Pasien ini diberikan mestinon dimakan 4x1 tablet. Setelah itu pasien dapat beraktivitas normal. Pada tahun 2012 keluhan melihat dobel juga dirasakan hilang timbul, dan pada tahun 2013 pasien dibawa berobat ke Jakarta. Dari pemeriksaan lab: acetylcholine resceptor autoantibody (AchRab) : > 16,60 nmol/L (hasil positif bila > = 0,45 nmol/L dan Prolaktin estrogen: 274,70 ng/mL (normal: 4,79-23.30 ng/mL). Pada pemeriksaan EMG ditemukan Tes Harvey Masland positif (tampak decrement amplitude CMAP n.accesorius dan n.facialis kiri > 10% pre dan post exercise.(ocular myastenia).Pasien kemudian dilakukan beberapa kali plasmaparesis.
               Setelah beberapa plasmaparesis tahun 2013, pasien sama sekali sehat dan tidak ada keluhan, sehingga pasien dan keluarga tidak minum obat dan kontrol lagi. Akibatnya pasien datang ke IGD dengan sesak nafas. Karena di kota ku ini tidak ada fasilitas plasmaparesis maka prognosis pasien ini menjadi buruk.
            Myastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang reseptor nikotinik asetilkolin postsinaptik, sehingga menghambat proses eksitasi sel (depolarisasi). Penanganannya adalah membersihkan antibodi dengan plasmaparesis atau pemberian IVIg, atau untuk mengurangi gejala sementara dengan penghambat enzim asetilkolinesterase. Penyakit autoimun yang juga menyerang saraf adalah: GBS (menyerang lapisan mielin saraf perifer), MS (demielinisasi saraf pusat dan spinalis), ALS (kematian saraf UMN dan LMN akibat kelainan genetik yang mengkode produksi proteinnya).
             Penanganan yang tepat dan cepat sangat penting untuk menyelamatkan nyawa pasien seperti ini, namun harus didukung dengan fasilitas yang baik pula seperti plasmaparesis.