Minggu, 25 November 2012
Urin output penanda yang sensitif!!
Urin output penanda yang sensitif!!
Case 1:
Tn.A, 50 thn, datang ke Rumah Sakit jam 11 malam dengan keluhan nyeri pada seluruh perut, dirasakan sejak 3 hari yang lalu semakin lama semakin sakit dirasakan. Keluhan disertai demam naik turun, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga mengeluh adanya bercak putih berbagai ukuran di kaki dan bagian tubuh lainnya sejak 1 tahun yang lalu. Riw.DM (-), Hipertensi (-), Istri baru meninggal 40 hari yang lalu di RS tidak diketahui sebabnya, Riw.Konsumsi jamu/obat sendi (-).
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: CM, Sakit sedang, T:100/60 mmHg N:110x/mnt RR:20-30x/mnt Suhu:36,8 Sa02 98-100% dengan oksigen nasal kanul 4 l/mnt
Pupil isokor 3/3 mm RC +/+, Wajah dbn, Pulmo:VBS Kiri=Kanan Suara tambahan (-), Cor: S1S2 dbn S3S4 (-) Murmur (-), Abdomen:agak cembung tegang, nyeri tekan difus murphy sign (-) cullen sign (-) Hepar/Lien sdn Bising usus (-) nyeri ketok CVA (-/-), Extremitas dbn
Lab: WBC:1,7 HB:12 Tr:235.000 SGOT/PT 23/34 Ur/Cr 20/0,8 Elektrolit dbn
Diagnosis Kerja: Morbus Hansen Tipe MB
Terapi: MDT oleh dr.Sp.KK
Setelah masuk Ruangan, pasien merasa nyeri perut meningkat, muntah, diberi obat sucralfat, keluhan tidak berkurang dan makin meningkat
Sore hari di cek ulang, ditanya keluarg apakah ada buang air kencing, ternyata tidak ada sejak sebelum ke rumah sakit, dilakukan pemasangan kateter hanya keluar air kencing 3 cc di selang saja, EKG sinus takikardi. Segera dilakukan foto BNO 3 posisi dan thoraks foto cito, ditemukan ileus obstruktif dan gambaran hering bone, segera dipasang NGT keluar cairan kehitaman 200cc, dan direncanakan cito operasi laparatomi, namun keluarga masih berunding karena resiko meninggal di meja operasi. Pasien semakin memburuk tensi turun, takipneu, takikardi, dan mulai somnolence. Pasien masuk ICU sudah diberikan norepineprin dan dobutamin namun pasien tiba-tiba asistol, dan langsung dilakukan RJP, Pasien kembali sinus takikardi, trus asistol lagi lalu RJP lagi pasien kembali sinus takikardi tapi pupil sudah medriasis maksimal. Pasien asistol lagi ketika dilakukan RJP ketiga keluarga menolak. Pasien kemudian dinyatakan meninggal.
Diagnosis akhir: Syok Septik ec Peritonitis Difus+Ileus Obstruktif ec.?+MH tipe MB
Berikut ini hasil evaluasi atas pasien ini:
Terjadi underdiagnosis terhadap pasien ini: yang seharusnya sudah sepsis (SIRS) dengan tanda-tanda leukopenia,termolabil,takipneu,takikardi.
Nyeri perut tidak mendapat perhatian saat di IGD, seharusnya segera dievaluasi dengan rektal tuse atau pemeriksaan penunjang seperti BNO atau USG
Di ruangan tidak dimonitor air kencing. Padahal air kencing (urine output) merupakan penanda yang paling sensitif fase pre syok dan gagal ginjal akut mendahului peningkatan ureum atau kretinin.
Kesimpulan: harus alert pada hal-hal kecil seperti urin output, nyeri yang tidak berkurang dll.
Saya ingin membahas dikit tentang urin out put yang sekarang sudah dipakai untuk mendeteksi gagal ginjal akut yang sekarang disebut gangguan ginjal akut (AKI/akut kidney injury)
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap
penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis dipakai kriteria menurut Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain(1) kriteria diagnosis harus mencakupsemua tahap penyakit;
(2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis
penderita;(3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum;
(4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.
Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori Peningkatan kadar Cr Serum Penurunan LFG Kriteria UO
--------------------------------------------------------------------------------------
Risk >1,5 kali nilai dasar atau >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >6 jampeningkatan 0,3 mg/dL
Injury >2,0 kali nilai dasar atau >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar atau >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,
>4 mg/dL >24 jam dengan anuria >12 jam
kenaikan akut > 0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulanSedangkan secara etiologi dibagi menjadi 3 menurut ADQI yaitu:
AKI Prarenal
I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga ekstravaskular, kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer: sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal: hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal: stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen: perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi, kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)
- Glomerulonefritis, vaskulitis
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, viral, jamur), infiltrasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
- -Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida
AKI Pascarenal
I. Obstruksi ureter- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
- Striktur, katup kongenital, fimosis
Terapi sesuai etiologi dan tentunya juga liat pemeriksaan penunjang. Hati-hati bila ada komplikasi berikut ini:
Komplikasi Tata laksana
Kelebihan cairan intravaskuler - Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari)
- Penggunaan diuretik
Kelebihan cairan intravaskuler - Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari)
- Penggunaan diuretik
Hiponatremia - Batasi cairan (<1 L/hari)
- Hindari pemberian infus cairan hipotonik
- Hindari pemberian infus cairan hipotonik
Hiperkalemia - Batasi asupan K(<40 mmol/hari)
- Hindari suplemen K dan diuretik hemat K
- Beri resin potassium-binding ion exchange
- Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 10 unit
- Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol
- Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg iv
- Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit
- Hindari suplemen K dan diuretik hemat K
- Beri resin potassium-binding ion exchange
- Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 10 unit
- Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol
- Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg iv
- Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit
Asidosis metabolik - Batasi asupan protein (0,8-1 g/KgBB/hari)
- Beri natrium bikarbonat
- Beri natrium bikarbonat
(usahakan serum bikarbonat plasma >15 mmol/L dan pH arteri >7,2)
Hiperfosfatemia - Batasi asupan fosfat (800 mg/hari)
- Beri pengikat fosfat
- Beri pengikat fosfat
Hipokalsemia - Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%(10-20 cc)
Hiperurisemia - Terapi jika kadar asam urat >15 mg/dL
Semoga case ini menjadi pelajaran buat kita dan kita lebih aware terutama hal sederhana seperti urine output, seandainya diketahui urine output dari awal tentu lebih agresif terapinya dan waktu tidak terbuang dengan percuma, karena bila diketahui penurunan produksi air kencing dan kita cocokan dengan kriteria ADQI segera kita tahu intervensi apa yang cepat dan tepat.
Langganan:
Postingan (Atom)