Jumat, 21 Desember 2012

The Amazing Spiderman

The Amazing Spiderman

       Film Amazing Spiderman, merupakan film yang diambil dari penelitian yang sedang dilakukan mengenai hewan salamander (Axolotl) yang memiliki kemampuan untuk beregenerasi bila kakinya dipotong. Kemampuan yang sangat luar biasa dari salamander ini sangat menjanjikan dalam dunia medis, karena bila diketahui secara pasti mekanisme dan gen yang membuat proses regenerasi tersebut dan dapat pula diterapkan pada manusia maka dapat menyelamatkan jutaan manusia yang sedang sakit, contohnya bila kaki sudah diamputasi akibat ganggren diabetikum maka dapat diregenerasikan kaki baru.

        Konsep ini pun menyebabkan mimpi manusia untuk bisa hidup selama-lamanya (manusia abadi) menjadi terbuka seperti di film Berakin Dong II...eh salah maksudnya Breaking Down II, dimana para pemainnya bisa hidup ribuan tahun. Pada film ini masih menyimpan kesulitan yang belum terpecahkan yaitu menggabungkan atau mengkloningkan gen salamander dengan gen manusia.
         Proses penggabungan ini sepertinya mustahil....hal ini sama seperti bantahan terhadap teori evolusi yang diutarakan Charles Darwin, bahwa manusia berasal dari kera. Secara ilmu genetika, jumlah, struktur, dan pemetaan gen manusia dan kera sangat berbeda, dan dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin manusia berasal dari kera. Jumlah kromosom manusia, masih ingat waktu belajar biologi SMA dulu?, 23 pasang (46), sedangkan kera berjumlah 42 (21 pasang). Jadi tidak mungkin tiba-tiba jumlah kromosom kera bertambah menjadi 46 sehingga menjadi manusia, karena setiap kromosom mengandung materi genetik yang berfungsi untuk pembentukan dan regulasi organ tertentu yang sangat spesifik. Hal yang sama juga dapat disimpulkan, bahwa sangat kecil kemungkinan melalui rekayasa genetika gen salamander yang bisa melakukan regenerasi dapat dikloningkan kepada manusia. Berbeda hal bila yang diklonkan adalah stem sel manusia sendiri, seperti yang sedang dikembangkan.
         Walaupun demikian, kita tidak tahu ke depan, dengan teknologi yang canggih itu dapat mengklonkan materi genetik berbeda spesies bahkan antar mahluk hidup, seperti hewan dengan tumbuhan, tumbuhan dan manusia....we don't know...
Berikut ini link untuk melihat hewan salamander tersebut:

Senin, 03 Desember 2012

Buku e-book Fisiologi Respirasi (Physiology of Respiration e-book version)


       Bagi yang ingin memahami fisiologi respirasi secara mendetail silahkan baca buku saya dalam versi e-booknya dan bisa anda download dan bisa anda baca dimana saja memakai pdf di laptop, smartphone atau di tab andad.
        Saya juga akan segera membuat buku lainnya seperti cardiovascular, endokrin, metabolisme, ginjal, pencernaan dll.


       Harap bersabar menantikan buku-buku lainnya

Sabtu, 01 Desember 2012

Dosa

DOSA

 
         Manusia diciptakan dalam kesementaraan dalam dunia sedangkan malaikat diciptakan dalam kekekalan. Manusia diciptakan berdasarkan image of God untuk menjalankan maksudNya yaitu memuliakanNya dan menjadi berkah bagi orang lain, sedangkan malaikat diciptakan sesuai maksudnya yaitu sebagai pelayan-pelayanNya.
          Saat manusia jatuh dalam dosa, Tuhan masih memberi pengampunan. Karena Tuhan itu maha adil maka setiap dosa harus dihukum, kecil atau besar sama upahnya yaitu maut. Surga yang punya Tuhan, maka yang masuk kesana harus sesuai standardNya, sempurna. Tidak mungkin 99% baik cukup, harus 100% seperti label halal harus 100% bukan 99,9% bukan 80%  halal, karena Dia maha suci. Dengan demikian adalah mustahil dengan usaha, amal ibadah menghapus dosa dan memenuhi standardNya dengan kemampuan manusia yang terbatas. Tetapi Dia juga maha kasih, dua hal ini harus dijalankan yaitu dengan menggantikan kita dengan diriNya menanggung dosa, Dia mengorbankan diriNya dalam Isa Almasih yang mati di kayu salib. Dengan demikian dua sifat Tuhan ini, Maha Suci dan Maha Kasih dapat terselesaikan.
           Sedangkan malaikat bila jatuh dalam dosa maka dosanya abadi, tidak bisa diampuni lagi. Manusia hidup dalam dunia fana, masih ada pengampunan selama masih hidup. Bila dosa manusia itu dibawa mati, tidak lunas dibayar, tidak memenuhi standard Tuhan, amal ibadah tidak adekuat, maka dosa itu menjadi kekal dan hukumannya adalah neraka, sama seperti malaikat yang langsung dilemparkan ke neraka yaitu setan (Saiton) atau lucifer.
            Pilihan ditangan kita, apakah dosa kita itu yang kita lakukan tiap detik, jam, hari, minggu, bulan tahun mau kita bawa mati atau berupaya untuk menghapusnya dengan tangan kita yang sudah berdosa atau berserah pada Isa Almasih menghapus dosa kita?
            Kalo kita renungkan terjadi tiap detik, tiap menit, tiap jam tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, sepanjang tahun kita selalu berbuat dosa. Dosa bukan saja yang dilakukan secara sengaja seperti mencuri tetapi tidak sengaja pun adalah dosa, seperti tidak sengaja tertidur sehingga tugas tidak sempat dikerjakan, atau dosa akibat kelupaan, seperti lupa mengunjungi orang sakit yang perlu dukungan kita, atau karena kita tidak melakukan yang seharusnya kita lakukan misalkan ada orang masuk got, minta tolong tapi kita tidak menolong malah berpikir nanti ada orang lain yang menolong kok...Semuanya itu sepertinya manusiawi, padahal itulah dosa yang kita lakukan tiap saat, dapatlah kita sebut bahwa kita yang terbungkus dalam daging yang fana ini adalah mahluk celaka yang bila kita hitung lebih banyak dosa yang kita lakukan dibandingkan amal ibadah yang kita lakukan tiap saat. Sungguh tidak mungkin dengan usaha manusia, amal ibadah bisa meloloskan kita dari jerat dosa dan api neraka, karena dosa itu terpaksa kita bawa sampai mati. Dan bila kita mati sambil membawa dosa bertemu dengan Tuhan, apakah kita layak masuk dalam sorgaNya atau hidup denganNya yang maha Suci, maha Kudus, bukankah kekudusanNya akan menghaguskan kita?
Apa menurut saudara?

Minggu, 25 November 2012

BAB 1 Pendahuluan Sistem Respirasi

Respirasi Pendahuluan

Urin output penanda yang sensitif!!

Urin output penanda yang sensitif!!


Case 1:

Tn.A, 50 thn, datang ke Rumah Sakit jam 11 malam dengan keluhan nyeri pada seluruh perut, dirasakan sejak 3 hari yang lalu semakin lama semakin sakit dirasakan. Keluhan disertai demam naik turun, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga mengeluh adanya bercak putih berbagai ukuran di kaki dan bagian tubuh lainnya sejak 1 tahun yang lalu. Riw.DM (-), Hipertensi (-), Istri baru meninggal 40 hari yang lalu di RS tidak diketahui sebabnya, Riw.Konsumsi jamu/obat sendi (-).

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: CM, Sakit sedang, T:100/60 mmHg N:110x/mnt RR:20-30x/mnt Suhu:36,8 Sa02 98-100% dengan oksigen nasal kanul 4 l/mnt

Pupil isokor 3/3 mm RC +/+, Wajah dbn, Pulmo:VBS Kiri=Kanan Suara tambahan (-), Cor: S1S2 dbn S3S4 (-) Murmur (-), Abdomen:agak cembung tegang, nyeri tekan difus murphy sign (-) cullen sign (-) Hepar/Lien sdn Bising usus (-) nyeri ketok CVA (-/-), Extremitas dbn

Lab: WBC:1,7 HB:12 Tr:235.000 SGOT/PT 23/34 Ur/Cr 20/0,8 Elektrolit dbn 

Diagnosis Kerja: Morbus Hansen Tipe MB

Terapi: MDT oleh dr.Sp.KK

Setelah masuk Ruangan, pasien merasa nyeri perut meningkat, muntah, diberi obat sucralfat, keluhan tidak berkurang dan makin meningkat

Sore hari di cek ulang, ditanya keluarg apakah ada buang air kencing, ternyata tidak ada sejak sebelum ke rumah sakit, dilakukan pemasangan kateter hanya keluar air kencing 3 cc di selang saja, EKG sinus takikardi. Segera dilakukan foto BNO 3 posisi dan thoraks foto cito, ditemukan ileus obstruktif dan gambaran hering bone, segera dipasang NGT keluar cairan kehitaman 200cc, dan direncanakan cito operasi laparatomi, namun keluarga masih berunding karena resiko meninggal di meja operasi. Pasien semakin memburuk tensi turun, takipneu, takikardi, dan mulai somnolence. Pasien masuk ICU sudah diberikan norepineprin dan dobutamin namun pasien tiba-tiba asistol, dan langsung dilakukan RJP, Pasien kembali sinus takikardi, trus asistol lagi lalu RJP lagi pasien kembali sinus takikardi tapi pupil sudah medriasis maksimal. Pasien asistol lagi ketika dilakukan RJP ketiga keluarga menolak. Pasien kemudian dinyatakan meninggal.

Diagnosis akhir: Syok Septik ec Peritonitis Difus+Ileus Obstruktif ec.?+MH tipe MB

 

Berikut ini hasil evaluasi atas pasien ini:

  1. Terjadi underdiagnosis terhadap pasien ini: yang seharusnya sudah sepsis (SIRS) dengan tanda-tanda leukopenia,termolabil,takipneu,takikardi.

  2.  Nyeri perut tidak mendapat perhatian saat di IGD, seharusnya segera dievaluasi dengan rektal tuse atau pemeriksaan penunjang seperti BNO atau USG

  3. Di ruangan tidak dimonitor air kencing. Padahal air kencing (urine output) merupakan penanda yang paling sensitif fase pre syok dan gagal ginjal akut mendahului peningkatan ureum atau kretinin.

      

    Kesimpulan: harus alert pada hal-hal kecil seperti urin output, nyeri yang tidak berkurang dll.

    Saya ingin membahas dikit tentang urin out put yang sekarang sudah dipakai untuk mendeteksi gagal ginjal akut yang sekarang disebut gangguan ginjal akut (AKI/akut kidney injury)

            Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap
    penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis dipakai kriteria menurut Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain 

    (1) kriteria diagnosis harus mencakupsemua tahap penyakit; 

    (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis
    penderita; 

    (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum; 

    (4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja. 

    Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
    Kategori      Peningkatan kadar Cr Serum                Penurunan LFG           Kriteria UO
    --------------------------------------------------------------------------------------
    Risk             >1,5 kali nilai dasar atau                  >25% nilai dasar      <0,5 mL/kg/jam, >6 jam 

                        peningkatan 0,3 mg/dL
     

    Injury           >2,0 kali nilai dasar atau                  >50% nilai dasar      <0,5 mL/kg/jam, >12 jam
                     

    Failure         >3,0 kali nilai dasar atau                   >75% nilai dasar       <0,3 mL/kg/jam,
                       >4 mg/dL >24 jam dengan                                                anuria >12 jam
                        kenaikan akut > 0,5 mg/dL
     

    Loss             Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
    End stage     Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

    Sedangkan secara etiologi dibagi menjadi 3 menurut ADQI yaitu:

     AKI Prarenal

    I. Hipovolemia

    • Kehilangan cairan pada ruang ketiga ekstravaskular, kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
    • Kehilangan darah
    • Kehilangan cairan ke luar tubuh Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)

    II. Penurunan curah jantung

    • Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
    • Penyebab perikard: tamponade
    • Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
    • Aritmia
    • Penyebab katup jantung

    III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik

    • Penurunan resistensi vaskular perifer: sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
    • Vasokonstriksi ginjal: hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
    • Hipoperfusi ginjal lokal: stenosis a.renalis, hipertensi maligna

    IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal

    • Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen: perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi, kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
    • Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
    • Penggunaan penyekat ACE, ARB
    • Stenosis a. renalis

    V. Sindrom hiperviskositas

    • Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
      
AKI Renal/intrinsik

I. Obstruksi renovaskular
  • Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
  • Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
  • Iskemia (serupa AKI prarenal)
  • Toksin
  • Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial
  • Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, viral, jamur), infiltrasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
  • -Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida
VI. Rejeksi alograf ginjal 

 AKI Pascarenal

I. Obstruksi ureter
  • Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
  • Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
  • Striktur, katup kongenital, fimosis
 Terapi sesuai etiologi dan tentunya juga liat pemeriksaan penunjang. Hati-hati bila ada komplikasi berikut ini: 

Komplikasi                                     Tata laksana
   Kelebihan cairan intravaskuler 
- Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari)
                                                          - Penggunaan diuretik
Hiponatremia                                   - Batasi cairan (<1 L/hari)
                                                           - Hindari pemberian infus cairan hipotonik
    
Hiperkalemia                                    - Batasi asupan K(<40 mmol/hari)
                                                            - Hindari suplemen K dan diuretik hemat K
                                                            - Beri resin potassium-binding ion exchange
                                                            - Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 10 unit
                                                            - Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol
                                                            - Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg iv
                                                            - Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit
 
  Asidosis metabolik                          - Batasi asupan protein (0,8-1 g/KgBB/hari)
                                                            - Beri natrium bikarbonat 
                                             (usahakan serum bikarbonat plasma >15 mmol/L dan pH arteri >7,2)     
 Hiperfosfatemia                              - Batasi asupan fosfat (800 mg/hari)
                                                           - Beri pengikat fosfat
       
 Hipokalsemia                                  - Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%(10-20 cc)
 
 Hiperurisemia                                  - Terapi jika kadar asam urat >15 mg/dL

 Semoga case ini menjadi pelajaran buat kita dan kita lebih aware terutama hal sederhana seperti urine output, seandainya diketahui urine output dari awal tentu lebih agresif terapinya dan waktu tidak terbuang dengan percuma, karena bila diketahui penurunan produksi air kencing dan kita cocokan dengan kriteria ADQI segera kita tahu intervensi apa yang cepat dan tepat.